Arassegaf Corner

ArabicEnglishIndonesian

KONSEP MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT SYED NAQUIB AL-ATTAS

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia akan menjadi arogan, dzalim, dan menentang kebenaran. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan primer manusia yang akan membawa membawa kepada perbaikan tatanan manusia baik secara individu atau kolektif. Akan tetapi pada saat ini, orientasi  pendidikan kepada upaya untuk mencetak pekerjaan yang memiliki skill dan intelektual dalam segala bidang. Sehingga menjadikan tujuan utama pendidikan tidak hanya sebatas transfer ilmu dan kemampuan saja tanpa adanya internalisasi nilai positif dalam diri peserta didik. Artikel ini menganalisis konsep manusia dalam pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Naqib Al-Attas dengan pendekatan filosofis, dan bertujuan untuk mengembalikan orientasi pendidikan Islam yang hakiki.

Al-Attas lahir di Bogor 5 September 1931 dari keluarga ulama habaib dengan tradisi tariqah Ba’alawi yang kuat. Kekeknya, Habib T.TH Abdullah bin Muhsin bin Muhammad al-Attas adalah ulama besar di Bogor. Masyhur dengan panggilan “Habib Empang  Bogor”, terkenal sebagai seorang waliyullah tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah, khususnya negeri Hadramaut Yaman. Di antara nenek moyangnya (dari pihak ibu) adalah Habib Muhammad Alaydrus, seorang yang terkenal wali dan guru dari Sayyid Abu Hafs Umar Basyaiban, ulama Hadramaut yang membawa Syekh Nuruddin ar-Raniri ke Aceh dengan mengajarkan tarekat Rafaiyyah. Sedangkan ibunya, Syarifah Raquan Alaydrus merupakan keturunan Ningrat Sunda di Sukapura Jawa Barat.

Menurut Al-Attas, Manusia merupakan makhluk yang terdiri atas dua unsur: jasad dan ruh. Oleh karenanya, ia tidak dapat di katakan sebagai makhluk ruh murni dan jasad murni, tetapi makhluk penggabungan kedua ini yang disebut dengan entitas ketiga, yaitu jati diri manusia. dalam Pandangan al-Attas, jati diri manusia secara kuat ditentukan oleh ruhnya. Oleh karenanya, ruh manusia itu tidak tidak akan mati dan selalu sadar akan dirinya. Bahkan, ia memiliki beberapa sebutan yang tergantung pada kecendrungannya, yakni ruh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb), dan intelek (‘aql).

Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya nama lain tentang manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi), yang kadang disebut economi animal (binatang ekonomi). Dipandang sudut biologi, manusia hanya merupakan suatu macam makhluk di antara lebih dari sejuta macam makhluk lain yang pernah atau masih menduduki alam dunia ini. Definisi manusia yang cukup populer menyebutkan manusia adalah hewan yang berpikir (al-insan hayawan al-natiq). Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dengan makhluk lain, secara fisik maupun spirit, jasmani maupun rohani, sedangkan dari segi lahiriah manusia mempunyai postur tubuh yang tegak dan anggota badan yang berfungsi ganda. Dari segi rohani manusia mempunyai akal untuk berpikir sekaligus nafsu untuk merasa. Akal mampu membedakan yang baik dan yang buruk, dengan akal pikiran manusia juga dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih positif, akal dan nafsu tidak bekerja secara terpisah, melainkan saling memberi pertimbangan.

Pendidikan menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah suatu proses penanaman pengenalan dan pengakuan ke dalam diri manusia dalam rangka membimbing manusia kepada pengenalan dan pengakuan akan kedudukan Tuhan. Konsep kunci dalam pendidikan, menurut al-Attas adalah ta’dib. Kata ta’dib  yang berakar dari kata adab berarti pembinaan yang khas berlaku pada manusia. Alasan al-Attas cenderung lebih memakai ta’dib daripada istilah tarbiyah maupun ta’lim adalah karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dan berbagai bidang. unsur-unsur esensial dalam sistem pendidikan. Selain itu, juga dikarenakan kalau tarbiyah artinya adalah memelihara, merawat, mendidik, yang bersifat material, fisik, dan biologis. Sedangkan untuk istilah kedua yaitu kata ta’lim memiliki makna pengajaran menurut Al-Attas terlalu fokus intelektual atau rasio. Kemudian Naquib Al-Attas membutuhkan istilah yang bisa menggabungkan keduanya yakni antara tarbiyah dan ta’lim maka Naquib Al-Attas menemukan istilah yaitu ta’dib yang artinya adab, pendidikan. Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah SAW: اَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسسَنَ تَأْ دِيْبِى “Tuhanku telah mendidiku dan itulah pendidikan yang sebaik-baiknya”.

Sehingga, konsep ta’dīb merupakan konsep pendidikan yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat segala persoalan dengan teropong worldview Islam. Worldview Islam menjadi ‘pisau’ analisa setiap persoalan keduniawian. Sebagaimana dinyatakan al-Attas, insan adabi itu harus berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan secara positif. Yakni, seorang manusia yang selalu menggunakan epistemologi Islam dalam dialognya dengan realita alam. Individu yang beradab seperti ini berperan penting secara sosial dalam membentuk sebuah masyarakat beradab. Dalam tataran praktis, konsep ini memerlukan proses islamisasi ilmu (memasukkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam diri masyarakat) terlebih dahulu.

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia akan menjadi arogan, dzalim, dan menentang kebenaran. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan primer manusia yang akan membawa membawa kepada perbaikan tatanan manusia baik secara individu atau kolektif. Akan tetapi pada saat ini, orientasi  pendidikan kepada upaya untuk mencetak pekerjaan yang memiliki skill dan intelektual dalam segala bidang. Sehingga menjadikan tujuan utama pendidikan tidak hanya sebatas transfer ilmu dan kemampuan saja tanpa adanya internalisasi nilai positif dalam diri peserta didik. Artikel ini menganalisis konsep manusia dalam pendidikan Islam menurut Syed Muhammad Naqib Al-Attas dengan pendekatan filosofis, dan bertujuan untuk mengembalikan orientasi pendidikan Islam yang hakiki.

Al-Attas lahir di Bogor 5 September 1931 dari keluarga ulama habaib dengan tradisi tariqah Ba’alawi yang kuat. Kekeknya, Habib T.TH Abdullah bin Muhsin bin Muhammad al-Attas adalah ulama besar di Bogor. Masyhur dengan panggilan “Habib Empang  Bogor”, terkenal sebagai seorang waliyullah tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Timur Tengah, khususnya negeri Hadramaut Yaman. Di antara nenek moyangnya (dari pihak ibu) adalah Habib Muhammad Alaydrus, seorang yang terkenal wali dan guru dari Sayyid Abu Hafs Umar Basyaiban, ulama Hadramaut yang membawa Syekh Nuruddin ar-Raniri ke Aceh dengan mengajarkan tarekat Rafaiyyah. Sedangkan ibunya, Syarifah Raquan Alaydrus merupakan keturunan Ningrat Sunda di Sukapura Jawa Barat.

Menurut Al-Attas, Manusia merupakan makhluk yang terdiri atas dua unsur: jasad dan ruh. Oleh karenanya, ia tidak dapat di katakan sebagai makhluk ruh murni dan jasad murni, tetapi makhluk penggabungan kedua ini yang disebut dengan entitas ketiga, yaitu jati diri manusia. dalam Pandangan al-Attas, jati diri manusia secara kuat ditentukan oleh ruhnya. Oleh karenanya, ruh manusia itu tidak tidak akan mati dan selalu sadar akan dirinya. Bahkan, ia memiliki beberapa sebutan yang tergantung pada kecendrungannya, yakni ruh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb), dan intelek (‘aql).

Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya nama lain tentang manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi), yang kadang disebut economi animal (binatang ekonomi). Dipandang sudut biologi, manusia hanya merupakan suatu macam makhluk di antara lebih dari sejuta macam makhluk lain yang pernah atau masih menduduki alam dunia ini. Definisi manusia yang cukup populer menyebutkan manusia adalah hewan yang berpikir (al-insan hayawan al-natiq). Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dengan makhluk lain, secara fisik maupun spirit, jasmani maupun rohani, sedangkan dari segi lahiriah manusia mempunyai postur tubuh yang tegak dan anggota badan yang berfungsi ganda. Dari segi rohani manusia mempunyai akal untuk berpikir sekaligus nafsu untuk merasa. Akal mampu membedakan yang baik dan yang buruk, dengan akal pikiran manusia juga dapat mengembangkan dirinya kearah yang lebih positif, akal dan nafsu tidak bekerja secara terpisah, melainkan saling memberi pertimbangan.

Pendidikan menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah suatu proses penanaman pengenalan dan pengakuan ke dalam diri manusia dalam rangka membimbing manusia kepada pengenalan dan pengakuan akan kedudukan Tuhan. Konsep kunci dalam pendidikan, menurut al-Attas adalah ta’dib. Kata ta’dib  yang berakar dari kata adab berarti pembinaan yang khas berlaku pada manusia. Alasan al-Attas cenderung lebih memakai ta’dib daripada istilah tarbiyah maupun ta’lim adalah karena adab berkaitan erat dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dan berbagai bidang. unsur-unsur esensial dalam sistem pendidikan. Selain itu, juga dikarenakan kalau tarbiyah artinya adalah memelihara, merawat, mendidik, yang bersifat material, fisik, dan biologis. Sedangkan untuk istilah kedua yaitu kata ta’lim memiliki makna pengajaran menurut Al-Attas terlalu fokus intelektual atau rasio. Kemudian Naquib Al-Attas membutuhkan istilah yang bisa menggabungkan keduanya yakni antara tarbiyah dan ta’lim maka Naquib Al-Attas menemukan istilah yaitu ta’dib yang artinya adab, pendidikan. Hal ini berlandaskan sabda Rasulullah SAW: اَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسسَنَ تَأْ دِيْبِى “Tuhanku telah mendidiku dan itulah pendidikan yang sebaik-baiknya”.

Sehingga, konsep ta’dīb merupakan konsep pendidikan yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat segala persoalan dengan teropong worldview Islam. Worldview Islam menjadi ‘pisau’ analisa setiap persoalan keduniawian. Sebagaimana dinyatakan al-Attas, insan adabi itu harus berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan secara positif. Yakni, seorang manusia yang selalu menggunakan epistemologi Islam dalam dialognya dengan realita alam. Individu yang beradab seperti ini berperan penting secara sosial dalam membentuk sebuah masyarakat beradab. Dalam tataran praktis, konsep ini memerlukan proses islamisasi ilmu (memasukkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam diri masyarakat) terlebih dahulu.

2 thoughts on “KONSEP MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM MENURUT SYED NAQUIB AL-ATTAS”
Leave a Comment