Arassegaf Corner

ArabicEnglishIndonesian

       Tujuan Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadits Nabi Muhammad SAW

          https://drive.google.com/file/d/1nIdBsy6Jxv6_m-7KuRExEPhZjiF4fi0F/view?usp=sharing

A. Pengertian Pendidikan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, pendidikan berasal dari kata didik, mendidik, atau memelihara dan member latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenal akhlak dan kecerdasan pikiran; seorang ibu wajib-anaknya baik-baik. Jadi, “pendidik” adalah orang yang mendidik; sedangkan “pendidikan” adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan dilihat dari tiga jenis yakni (1)pendidikan akademik, akademis pendidikan yang berhubungan dengan ilmu (studi) seperti bahasa, ilmu-ilmu sosial, matematika, ilmu pengetahuan alam, campuran pendidikan yang diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan secara bersama-sama dalam satu ruangan dasar pendidikan yang minimum (terendah) yang diwajibkan bagi semua warga Negara (2) pendidikan keagamaan, kegiatan dibidang pendidikan dan pengajaran dengan sasaran utama memberikan pengetahuan keagamaan dan menanamkan sikap hidup beragama (3) masa kegiatan yang bersifat pendidik yang berskala luas melalui surat kabar, film, radio, televise, perpustakaan, dan museum.

Nasir Baki dalam bukunya Metode pembelajaran Agama Islam, menjelaskan bahwa, pendidikan merupakan suatu proses yang mengandung unsur-unsur pengajaran, latihan, bimbingan dengan tumpuan khas kepada pemindahan berbagai ilmu, nilai agama dan budaya serta kemahiran yang berguna untuk diaplikasikan oleh invidu (pengajar atau pendidik) kepada individu yang memerlukan pendidikan itu.

Ada kecenderungan dalam masyarakat saat ini bahwa pendidikan hanyalah di sekolah saja. Anak sudah cukup mendapatkan pendidikan di sekolah, mulai dari pendidikan skil sampai pendidikan akhlak. Pada kenyataannya, sekolah hanyalah satu bagian dari bentuk pendidikan. Adanya ketergantungan orang tua dalam mendidik anak kepada sekolah berakibat pengabaian pendidikan di rumah dan masyarakat, padahal pendidikan di sekolah hendaknya bersesuaian dengan pendidikan di rumah, setidaknya ada kesamaan karena pendidikan bisa didapatkan di manapun dan kapanpun termasuk di rumah dan masyarakat karena pendidikan berlaku untuk semua dan berlaku sepanjang hidup. Dari pengertian pendidikan di atas dapat disimpilkan bahwa pendidikan secara garis besar adalah untuk memberikan pengetahuan kepada peserta didik dengan berbagai macam ilmu, keterampilan, dan menanamkan sikap hidup beragama, untuk kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

B. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang didalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan dan pewaris Nabi SAW.

Insan kamil (manusia sempurna) merupakan tujuan tertinggi dari tujuan pendidikan Islam. Kemudian indikator dari insan kamil adalah menjadi hamba Allah, mengantarkan subjek didik menjadi khalifah di muka bumi, dan untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Kemudian pendapat lain juga menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam yaitu membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia.Pendapat lain tentang tujuan pendidikan dalam Islam yaitu kebahagian dunia dan akhirat dan untuk memperoleh kebahagiaan itu kuncinya adalah ilmu. Hal itu sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW yaitu:

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

Artinya: Barang siapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barang siapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barang siapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu” (Hadits Riwayat. Bukhari dan Muslim).

C. Hadits Tentang Tujuan Pendidikan

Beberapa hadis Nabi SAW yang maknanya mengandung tujuan pendidikan. Hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ عَنْ أبي زُرْعَةً عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بَارزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ، فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَيلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ، وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ». قَالَ مَا الإِسْلامُ قَالَ الإِسْلامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ، وَتُقِيمَ الصَّلاةَ، وَتُؤدّى الزَّكَاةَ المَفْرُوضَةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ». قَالَ مَا الإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهِ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ». قَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ «مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ، وَسَأَخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتِ الْأُمَةُ رَبِّهَا، وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الإِيلِ البُهُمُ فِي الْبُنْيَانِ، فِى خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ». ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ ( الآيَةَ. ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ «رُدُّوهُ». فَلَمْ يَرَوْا شَيْئًا. فَقَالَ «هَذَا جِبْرِيلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِينَهُمْ» (رواه البخاري            )

Artinya: “Musaddad berkata: “Telah menceritakan kepada kami Ismaʻil ibn Ibrahim dan Abu Hayyan at-Taimy dari Abu Zurʻah dari Abu Hurairah, ia berkata: “Pada suatu hari Nabi saw. sedang berkumpul bersama sahabat, datang Jibril dan bertanya: “Apakah iman itu?” Nabi saw. menjawab: “Iman adalah percaya pada Allah, malaikat-malaikat-Nya beserta adanya pertemuan dengan-Nya, Rasulrasul-Nya, dan percaya pada adanya hari kebangkitan”. Jibril bertanya lagi: “Apakah Islam?” Nabi saw. menjawab: “Islam adalah bahwa kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan, berpuasa Ramadhan”. Jibril bertanya lagi: “Apakah Ihsan?” Nabi saw. menjawab: “Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, maka jika kamu tidak melihatnya, Dia-lah (Allah) yang melihatmu”. (Al-Bukhari, Juz I, 1987:97).

Hadis di atas memberikan ide kepada umat Islam tentang rukun iman yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Mahahadir dalam hidup (ihsan). Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan hadis di atas berorientasi kepada pencapaian “tujuan pendidikan tiga dimensi” yang dalam terminologi Islam disebut dengan tiga kalimat serangkai “ahdaf al-imaniyah, ahdaf alislamiyah, dan ahdaf al-ihsaniyah.”

Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga istilah tersebut, yakni “dalam iman terdapat Islam dan ihsan, dalam Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam.” Dari sisi itulah, Nurcholish Madjid melihat iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.

Selain itu, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsur, yaitu Islam, iman, dan ihsan. Dalam tiga unsur itu terselip makna kejenjangan (tingkatan), maksudnya seseorang yang bertauhid memulai dengan pengenalan Islam, kemudian berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan (Rachman, 1994: 465). Dengan demikian, ketiga aspek trilogi ajaran Ilahi yang terdapat dalam kandungan hadis tersebut, dapat diintegrasikan menjadi kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan, yakni membentuk kepribadian manusia paripurna dengan keterpaduan pengamalan iman, Islam, dan ihsan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya hadits kedua mengenai tujuan pendidikan dalam hadits Nabi SAW:

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ الْوَلِيدُ بْنُ الْعَيزار أَخْبَرَنِي قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عَمْرِو الشَّيْبَانِئ يَقُولُ حَدَّثَنَا صَاحِبُ هَذِهِ الدَّار وَأشار إلى دَارٍ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبي – صلى الله عليه وسلم – أى الْعَمَلِ أحب إلى اللهِ قَالَ «الصَّلاةُ عَلى وَقْتِهَا». قَالَ ثُمَّ أَى قَالَ «ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ». قَالَ ثُمَّ أَيُّ قَالَ الْجِهَادُ في سبيل الله». (رواه البخاري)                                                                                                                              .

Artinya: “Abu al-Walid Hisyam ibn ‘Abd al-Malik berkata: “Syuʻbah menceritakan kepada kami dari Al-Walid ibn al-ʻAziz: Saya mendengar Abu ʻAmr as-Syaibani, ia berkata: “Telah memberitakan kepada kami sambil menunjuk ke rumah ʻAbdullah, dimana ia berkata: “Saya bertanya kepada Nabi SAW.: “Amalan apakah yang dicintai oleh Allah?” Nabi saw. menjawab: “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya: “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab: “Berbakti kepada orang tua”. Ia bertanya: “Kemudian apa lagi?” Nabi menjawab: “Berjihad di jalan Allah” (Al-Bukhari, Juz II, 1987: 405).

Hadis di atas mengandung makna yang dapat mengantarkan manusia mencapai “tujuan pendidikan ibadah.” Dalam hadis tersebut disebutkan dijelaskan bahwa ada 3 (tiga) macam ibadah yang paling disukai Allah swt., yaitu shalat fardhu pada waktunya, berbakti pada orangtua, dan berjihad di jalan Allah. Shalat yang didirikan pada waktunya merupakan konsekuensi ketaatan yang tulus manusia kepada Khaliqnya, dan membuktikan bahwa memenuhi panggilan Allah lewat shalat adalah prioritas utama. Pekerjaan yang sedang dilakukan buat sementara ditinggalkan demi mengutamakan komunikasi kepada Allah. Dalam hal ini terlihat betapa ibadah shalat mendidik manusia untuk taat aturan, disiplin, dan bertanggung jawab.

Leave a Comment