KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK IBN MISKAWAIH
Dhuhrotul Khoiriyah
UIN Sunan Ampel Surabaya
ABSTRAK
Pendidikan Islam adalah segala upaya yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial, untuk mengarahkan potensi baik potensi dasar maupun ajar yang sesuai dengan fitahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks islam inheren dalam konotasi istilah “ Tarbiyah”, “Ta’lim” dan “ Ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama.
Dari uraian diatas terlihat dengan jelas bahwa pemikiran tokoh muslim tentang pendidikan Islam tidaklah monotelik. Pemikiran-pemikiran kependidikan yang diajukan para tokoh klasik tidak menutup kemungkinan masih ada yang cocok dan perlu dilaksanakan. Di tengah-tengah situasi dimana umat Islam saat ini sedang mencari model pendidikan yang unggul dan terpadu sebagai upaya menjawab kebutuhan masyarakat.
Seperti halnya pemikiran Ibn Miskawaih, corak pemikirannya dapat dikategorikan ke dalam tipologi moralitas rasional yang bersifat elektik. Arah dan orientasi pendidikan akhlak Ibn Miskawaih adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak karimah atau manusia susila yang dapat mencapai kebahagiaan (al-Sa’adah), sehingga mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Selebihnya mengenai pemikiran-pemikiran Ibnu Maskawaih akan kami bahas dalam artikel ini.
Kata Kunci : Ibn Miskawaih, Pendidikan, Akhlak
Nama lengkap Ibn Miskawaih adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Ya’kub ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy, meninggal di Ishfan pada 9 Shafar 412 H/16 Februari 1030 M. Sedangkan kedua orang tuanya berasal sekaligus berkebangsaan Persia. Ibn Miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar pemukanya bermadzhab Syi’ah.
Ibn Miskawaih adalah seseorang yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan, ia belajar diberbagai daerah. Dan tidak sedikit yang memberikan predikasi kepada Ibn Miskawaih, yaitu seorang yang ahli bahasa dan sastra, penyair, intelektual profesional, seorang hakim yang bijak, sejarawan, filosof etika dan sastra, serta sufi. Abu Hayyan Al-Tawhidi (400 H) mengatakan, “Miskawaih adalah pribadi yang memiliki bahasa sastra yang indah, gagasan-gagasan yang segar, halus budi, mudah dipahami, ulet/tidak banyak mengeluh, hati-hati dalam mendidik, penuh dengan makna dan cerdas.” Adapun karya monumentalnya adalah Kitab Tahdzib al-Akhlaq wa Tathhir al A’raq, yaknisebuah kitab yang mendeskripsikan etika dan filsafat sosial masyarakat terdahulu.
Manusia menurut Ibn Miskawaih adalah makhluk yang memiliki macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya, yaitu: Daya bernafsu (an-nafs al-bahimiyyat) sebagai daya terendah, Daya berani (an-nafs as-sabu’iyyat) sebagai daya pertengahan, dan Daya berpikir (an-nafs an-nathiqiyyat) sebagai daya tertinggi. Ketiga daya ini merupakan unsur ruhani manusia yang asal kejadiannya berbeda. Sesuai dengan pemahaman tersebut di atas, unsur ruhani berupa an-nafs al-bahimiyyat dan an-nafs as-sabu’iyyat berasal dari unsur materi, sedangkan an-nafs an-nathiqiyyat berasal dari ruh Tuhan. Karena itu Ibn Miskawaih berpendapat bahwa kedua an-nafs yang berasal dari materi akan hancur bersama hancurnya badan dan an-nafs an-nathiqiyyat tidak akan mengalami kehancuran.
Konsep akhlak menurut Ibn Miskawaih berdasar pada doktrin jalan tengah. secara umum memberi pengertian pertengahan (jalan tengah) tersebut antara lain dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah dengan dua ekstrem. Adapun empat keutamaan akhlak yang merupakan pokok atau induk akhlak yang mulia menurut Ibn Maskawaih adalah al-iffah, as-saja’ah, al-hikmah, dan al-adalah.
Konsep pendidikan menurut Ibn Miskawaih yakni yang bertumpu pada akhlak. Sehingga pendidikan berarti membangun karakter dan watak peserta didik, dengan harapan integritas keilmuan sejalan dengan integritas keimanan dan akhlak. Sehingga orang tua dan pendidik punya kewajiban untuk menanamkan dan membiasakan akhlak pada diri anak sejak dini. Pendidikan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain: metode pendidikan melalui latihan dan pembiasaan, metode mendidik melalui keteladanan, metode mendidik melalui cara memperhatikan potensi-potensi, watak, tabiat peserta didik, dan lain-lain.
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna. Menurut Ibn Miskwaih tujuan pendidikan adalah mengkombinasikan keinginan manusia dengan keinginan Tuhan. Adapun pendidik profesional menurut Ibn Miskwaih harus memiliki kasih sayang sebagaimana yang dimiliki orang tua. Pendidik profesional tidak hanya melakukan Transfer of Knowledge melainkan juga transformasi keilmuan dan kependidikan bagi peserta didiknya.
Adapun relevansi pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih dengan pendidikan saat ini adalah pendidikan akhlak (norma, etika dan moral) yang diperkenankan pertama kali oleh Ibn Miskawaih memiliki urgensi nilai yang cukup signifikan dalam membentuk kepribadian bangsa ke depan. Semua krisis kebangsaan yang terjadi di dunia baik ekonomi, politik dan sosial-budaya itu dikarenakan akhlak tidak lagi menjadi kerangka anutan. Perilaku korupsi, kolusi, nepotisme, perjudian, perzinaan, narkoba dan kekerasan yang terjadi selama ini disebabkan hancurnya pendidikan moral dan akhlak.
Terkait dengan berbagai permasalahan diatas, tujuan ideal pendidikan yaitu membangun manusia seutuhnya khususnya pada aspek psikis (jiwa). Karena lahirnya sebuah sikap dan perilaku akan digerakkan oleh jiwa seseorang. Disinilah kemudian Ibn Miskawaih menghadirkan sebuah konsep yaitu membangun manusia harus ditekankan pada pendidikan moral. Namun pendidikan moral tidak bisa jika tidak dibarengi dengan bidang pendidikan yang lain. Pendidikan moral yang dibalut dengan bidang pendidikan yang lain akan mampu memberikan keseimbangan terkait pembelajaran yang berorientasi kepada duniawi juga pembelajaran yang berorientasi kepada ukhrawi. Jadi, dengan menggunakan doktrin jalan tengah (penerapan pendidikan akhak-nilai dan moral), manusia tidak akan kehilangan arah dalam kondisi apapun. Juga disampaikan oleh Ibn Miskawaih bahwa orang yang bijak bukanlah orang yang meninggalkan dunia sepenuhnya tetapi menghubungkannya dengan kenikmatan spiritual dengan etika kontrolnya. Hal tersebut cukup relevan jika dijadikan acuan pada era masa kini, agar seseorang tidak hanya mementingkan kehidupan duniawi saja, melainkan dengan mengkombinasikan.
Akhir kata, teori pendidikan Ibn Miskawaih didasarkan pada teori pendidikan Aristoteles yang menekankan pada segi intelektual, kejiwaan dan pendidikan moral yang diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang baik menurut pandangan masyarakat serta untuk mencapai kebahagiaan hidup yang abadi dan mengamalkan dalam kehidupannya. Sehingga, pendekatan pendidikan Ibn Miskawaih sama halnya dengan Plato dan Aristoteles yakni mengarah kepada kecakapan hidup (life skill) lebih jelasnya pendidikan harus berkaitan dengan keahliannya.
One thought on “KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN AKHLAK IBN MISKAWAIH”
terima kasih atas ilmu barunya 🙂