Arassegaf Corner

ArabicEnglishIndonesian

Aliran Rekonstruksionisme dalam Perspektif Pendidikan Islam

Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930.Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.

Rekonstrusionisme di pelopori oleh George S. Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil. Ide-gagasan para tokoh tersebut secara luas mencakup aspek-aspek sosial dari pemikiran progresif John Dewey. Pada pasca perang dunia memperlihatkan munculnya suatu arah baru pada rekonstruksionisme melalui karya Theodore Brameld. Beberapa karyanya yang berpengaruh adalah Patterns of Educational Philosophy (1950), Toward a Reconstructed Philosophy of Education (1956) dan Education as Power (1965). Salah satu tokoh rekonstruksionisme George S. Counts adalah seorang tokoh rekonstriksionisme sosial menulis bahwa terdapat jurang pemisah yang besar diantara banyak kenyataan yang sulit dihilangkan, antar peradaban industry kita dengan adat istiadat, kesetiaan-kesetiaan, pemahaman-pemahaman dan pandangan-pandangan kita. Ia menyalahkan sekolah-sekolah karena mengabdikan ketidak samaan yang mencolok berdasarkan garis ras, kelas dan etnik. Ia menegaskan bahwa sekarang ini sekolah-sekolah menengah umum sebagian besar dimasuki oleh anak-anak dari kelas-kelas social yang lebih baik kemampuan keluarganya.

Untuk mencapai tujuan itu, rekonstruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka melalui lembaga dan proses pendidikan, rekonstruksioonalisme ingin “merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru”. Kaitannya dengan pendidikan, rekonstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh manusia secara global, dan untuk membina mereka, membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui kurikulum lama. Kurikulum dan metode pendidikan bermuatan materi sosial, politik, dan ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Termasuk juga masalah-masalah pribadi yang dihadapi oleh siswanya. Kurikulumnya menggunakan disiplin ilmu-ilmu sosial dan metode ilmiah.

Secara luas dapat kami kelompokkan menjadi 4 bagian prinsip dalam filsafat pendidikan aliran  rekonstruksionalisme, diantaranya:

Penciptaan Tatanan Sosial yang Mendunia

      Dunia sedang menghadapi persoalan persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala yang tak terbayangkan. Mengingat persoalan-persoalan yang bersifat mendunia, maka soslusinya pun harus demikian. Kerjasama menyeluruh dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di biang sains. Di sisi lain, terdapat masalah yang sedang mendera yaitu kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Menurut rekonstruksionisme, saat ini umat manusia hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam dunia semacam itu, orang-orang selanjutnya berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.

Pendidikan Formal Sebagai Agen Utama Dalam Tatanan Sosial

Kalangan rekonstruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial. Disisi lain mereka memandang sekolah sebagai agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena sekolah menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian sekolah bisa menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan sosial.

Penerapan Prinsip Demokratis dalam Metode Pengajaran

Perspektif yang dibangun menjadi sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruang kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih diantara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan sosial. Beberapa pengamat memberikan catatan bahwa rekonstruksionisme mempunyai kepercayaan besar terhadap kecerdasan dan kemauan baik manusia sebagai kepercayaan utopis.

Pembelajaran Perubahan Sosial Pada Pendidikan Formal

Pendidikan harus memunculkan kesadaran peserta didik akan persoalan-persoalan sosial dan mendorong mereka untuk secara aktif memberikan solusi. Kesadaran sosial kiranya dapat ditumbuhkan jika peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan status quo dan mengkaji isu-isu controversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik, dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu para peserta didik melihat ketidakadilan dan ketidakfungsian beberapa aspek sistem sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif-alternatif bagi kebijaksanaan konvensional.

Sebagai teori, rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat. Pendukung rekonstruksinisme yakin bahwa pendidikan adalah institusi social dan sekolah merupakan bagian dari masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja berkonsentrasi tentang hal-hal yang berkenaaan dengan hakikat manusia, tetapi juga terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Sekolah harus bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan.

Dalam pengembangan konstruktivisme dikenal konstruktivisme kognitif, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme kritis. Konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa seorang anak membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur yakni membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap lingkungannya, konstruktivisme sosial berpandangan bahwa belajar dilakukan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial maupun fisik seseorang. Pandangan konstruktivisme kritis adalah bahwa dalam pembelajaran dilakukan dengan merangsang peserta didik menggunakan teknik-teknik yang kritis.

Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian kita lihat apa pandangan filsafat pendidikan Islam mengenai tujuan pendidikan; “Untuk menghasilkan manusia terbaik atau insan kamil dengan ciri mampu hidup tenang dan produktif”. 

Pendidik

Pada aliran rekonstruksionisme posisi pendidik harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya. Sedangkan pada filsafat pendidikan Islam posisi pendidik sebagai father of spiritual (Bapak spiritual) yang bertanggung jawab, di lingkungan pertama pendidik bagi anak-anak adalah orang tua, kemudian di lingkungan kedua adalah guru.

Peserta Didik

Rekonstruksionisme memandang peserta didik sebagai generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan. Sedangkan filsafat pendidikan Islam memandang peserta didik sebagai subjek dan objek dan orang yang sedang tumbuh dewasa dalam proses pembelajaran.

Kurikulum

Aliran rekonstruksionisme mengisi kurikulum dengan mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan yang berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Sedangkan dalam filsafat pendidikan Islam, maka kurikulum pun disesuaikan dengan kebutuhan manusia berdasarkan Al-quran dan hadits. Dengan begitu, diharapkan guru meningkat dan siswa dapat dilatih berfikir dan berupaya untuk mengembangkan hal-hal terpuji dimasa mendatang sesuai dengan ajaran Islam.

Metode Belajar

Pada filsafatrekonstruksionisme menganalisis secara kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Sedangkan dalam filsafat pendidikan Islam memerlukan 4 hal yaitu, pertama: bahan tertulis yakni al-Quran dan Hadis, kedua: metode pencarian bahan, ketiga: metode pembahasan, dan keempat: pendekatan.

One thought on “Aliran Rekonstruksionisme dalam Perspektif Pendidikan Islam
Leave a Comment